banner 728x90

Sengkarut Sertifikat Unhas di Bulukumba Ungkap Indikasi Maladministrasi Pertanahan dan Kerugian Publik

Bulukumba – Persoalan sengketa lahan antara ratusan warga penggarap di Kecamatan Rilau Ale, Bulukumba, dengan klaim kepemilikan oleh Universitas Hasanuddin (Unhas) kian memanas, dan kini menyeruak menjadi sorotan serius tentang dugaan maladministrasi pertanahan, ketidakselarasan data aset negara, serta risiko kejahatan “mafia tanah” yang merugikan masyarakat secara masif.

​Situasi ini mendesak adanya intervensi tingkat tinggi dari jajaran eksekutif daerah dan pimpinan institusi terkait untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proses penerbitan sertifikat dan validasi data aset.

Sinyal Awal Kegagalan Tata Kelola Aset

​Konflik yang telah berlangsung puluhan tahun ini berpusat pada lahan garapan masyarakat sejak tahun 1979 yang diklaim oleh Fakultas Pertanian Unhas melalui sertifikat hak pakai yang terbit pada tahun 1993. Ironisnya, lokasi yang tercantum dalam sertifikat tersebut (Desa Tanah Harapan) tidak sinkron dengan data lokasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB-P2) yang menunjuk Dusun Bontosumange, Desa Bontomanai, Rilau Ale.

Ketidakselarasan Data Kunci:

​Sertifikat Unhas terbit tahun 1993 menunjuk Desa Tanah Harapan.

​SPPT PBB-P2 Unhas terbit tahun 2005 menunjuk Desa Bontomanai.

​Fakta di lapangan: Lahan yang dipersengketakan adalah lahan garapan turun-temurun masyarakat sejak 1979.

​Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bulukumba, A. Muhammad Arfah, secara tegas menyatakan bahwa ketidakselarasan antara lokasi SPPT PBB-P2 dan alas hak kepemilikan adalah kesalahan mendasar, yang secara langsung mengindikasikan adanya kejanggalan serius dalam proses pendataan dan penerbitan produk hukum pertanahan di masa lalu.

​Kepala Inspektorat Kabupaten Bulukumba, Drs. Mannangkasi, membenarkan bahwa sengketa ini sudah berlarut-larut tanpa penyelesaian, bahkan telah dimediasi oleh Bupati sebanyak tiga kali. Ini menunjukkan masalah ini telah menjadi beban operasional dan risiko reputasi yang berkepanjangan bagi Pemerintah Daerah.

Warga Jadi Korban Penipuan: Modus Operandi “Mafia Tanah” Terkuak

​Di balik sengketa kepemilikan, terkuak fakta yang jauh lebih mengkhawatirkan: ratusan masyarakat menjadi korban penipuan oleh oknum yang mengaku sebagai pengacara atau “pahlawan” penyelesaian sengketa.

​”Warga kasihan disana, saking maunya bersih sering sekali mi kasian ditipu sama orang sampai ratusan juta rupiah,” ujar Kepala Inspektorat.

​Seorang warga berinisial MA bahkan menyebutkan, kerugian total masyarakat sudah mencapai miliaran rupiah, di mana oknum-oknum tersebut menghilang setelah menerima uang dari warga dengan janji palsu penyelesaian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *